15 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi terjadi di Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan. Gempa bumi tersebut dengan kekuatan 5,9 skala Richter atau laporan United States Geological Survey menyebutkan 6,2 skala Richter menelan korban jiwa lebih dari 5.000 orang dan menyebabkan rumah rusak hingga roboh berjumlah 240.000. Bahkan situs kuno seperti Candi Prambanan, Makam Imogiri, dan salah satu Bangsal di Keraton Yogyakarta menglami kerusakan. Besarnya kerusakan tersebut tidak lepas dari pusat gempa daratan kategori dangkal dan sangat dekat dengan pemukiman warga yang padat.
Bencana gempa bumi 15 tahun silam tersebut terjadi sebelum adanya sistem nasional penanggulangan bencana, atau sebelum lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana di Indonesia. Undang-undang ini pada prinsipnya meregulasi penyelenggaraan dan tahapan bencana dari mulai prabencana, saat tanggap darurat dan sampai pada pascabencana.
Apabila ditelusuri lebih jauh, sudah ada gerakan masyarakat dalam mengantisipasi gempa bumi sejak beberapa tahun sebelum bencana gempa terjadi pada tahun 2006, dengan implementasi ratusan mandor belajar dan membangun bangunan tahan gempa di Sleman, Kota, dan Bantul. Universitas Islam Indonesia (UII) sangat berperan dalam masa antisipasi pra bencana tersebut melalui kegiatan kerjasama dengan Jepang melalui sosialisasi dan penerapan rumah tahan gempa BARRATAGA sejak tahun 2003 melalui pelatihan PAMAN BATAGA (Paguyuban Mandor Bangunan Tahan Gempa).
Penanganan saat dan pasca bencana gempa bumi ini dinilai banyak pihak cukup berhasil karena melibatkan masyarakat Yogyakarta yang sangat tinggi budaya kegotong royongannya untuk kemajuan bersama. Setidaknya, penanganan yang tepat dan semangat gotong royong tersebut, terbukti menjadi salah satu modal sosial bangkitnya masyarakat dengan cepat dalam beradaptasi dengan situasi yang sulit saat itu.
Fenomena gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah 2006 beserta dengan langkah penanganannya telah menjadi berita viral atau menyedot perhatian masyarakat nasional dan internasional. Selanjutnya hal ini memicu percepatan lahirnya Undang-Undang Penanggulangan Bencana No 24/2007.
Sistem penanganan bencana gempa yang terjadi pada tahun 2006 diadopsi dalam Undang-Undang dan menjadi referensi pada penanganan bencana gempa di Indonesia setelah itu. Akan tetapi, belakangan serangkaian penanganan bencana gempa bumi di Indonesia mengalami pasang-surut. Sangat disayangkan apabila lessons learnt atau pelajaran yang sangat berharga dari gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta-Jawa Tengah tahun 2006 ini dilupakan dan mulai tidak didokumentasikan dengan baik.
Maka dari itu, Universitas Islam Indonesia (UII) melalui SPMKB (Simpul Pemberdayaan Masyarakat untuk Ketangguhan Bencana) bekerja sama dengan beberapa pihak seperti BNPB, Erasmus, BuiLD, dan relawan kebencanaan menghadirkan Webinar dengan tema “UII Mengenang 15 Tahun Gempa DIY-Jateng” yang akan diselenggarakan pada 26 Mei 2021 jam 20.00 WIB lewat aplikasi Zoom Meetings. Acara ini menjadi penting untuk menggali pelajaran berharga dalam rangka memperkuat wawasan tentang penanggulangan bencana, khususnya gempa bumi.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!